TENTANG KAMI
A. Letak dan Luas Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Taman Nasional Gunung Halimun Salak merupakan Kawasan Konservasi yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 327/Menlhk/Setjen/PLA.2/4/2016 tanggal 26 April 2016 tentang Perubahan Fungsi Sebagian Kawasan Hutan TNGHS seluas 17.373 ha dan pengembalian Areal Penggunaan Lain (Enclave) seluas 7.847 ha, yang menjadikan luas TNGHS menjadi ± 87.699 ha.
Wilayah (TNGHS) secara administrasi berada di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten serta Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak pada 106 12’ 58” BT - 106 45’ 50” BT dan 60 32’ 14” LS - 60 55’ 12” LS.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SK.628/ Menlhk/ Setjen/ PLA.2/11/ 2017 tanggal 11 November 2017 luas Kesatuan Pemangkuan Hutan Konservasi (KPHK) Kelompok Hutan Gunung Halimun Salak kurang lebih 105.072 ha di mana 87.699 hektar berupa kawasan taman nasional, 3.738 hektar berupa hutan lindung, 4.158 hektar berupa hutan produksi, 9.476,94 hektar berupa hutan produksi terbatas.
B. Sejarah Kawasan
1935 – 1961: Cagar Alam yang dikelola oleh Pemerintah Belanda dan Republik Indonesia melalui Djawatan Kehutanan Jawa Barat.
1961 – 1978: Pengelolaan kawasan beralih ke Perum Perhutani Jawa Barat, tetap dengan status sebagai Cagar Alam.
1979 – 1990: Cagar Alam ini berada di bawah pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam III, melalui Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat I.
1990 – 1992: Pengelolaan kawasan dialihkan ke Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
1992 – 1997: Status kawasan berubah menjadi Taman Nasional dan tetap berada di bawah pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
1997 – 2003: Taman Nasional dikelola oleh Balai Taman Nasional Gunung Halimun setingkat Eselon III dengan luas mencapai 40.000 hektare, berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 282/Kpts-II/1992 tanggal 28 Februari 1992.
2003 – 2016: Penunjukan kawasan menjadi Taman Nasional Gunung Halimun Salak dengan perluasan menjadi 113.357 hektare, sesuai SK Menteri Kehutanan No. 175/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003.
2016 – 2017: Penunjukkan kawasan sebagai Taman Nasional Gunung Halimun Salak dengan luas ±87.699 hektare berdasarkan SK Menteri LHK No. 327/Menlhk/Setjen/PLA.2/4/2016 tanggal 26 April 2016.
2017 – sekarang: Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Kelompok Hutan Gunung Halimun Salak dengan luas ±105.072 hektare melalui SK Menteri LHK No. 628/Menlhk/Setjen/PLA.2/11/2017 tanggal 11 November 2017.
C. Nilai Penting Kawasan
Taman Nasional Gunung Halimun Salak memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga dan melindungi ekosistem hutan hujan tropis serta mendukung kehidupan masyarakat di sekitarnya. Sebagai hutan hujan tropis terluas di Pulau Jawa, kawasan ini mencakup 87.699 hektare yang menjadi habitat bagi berbagai flora dan fauna langka serta berfungsi sebagai kawasan konservasi yang penting.
Selain itu, taman nasional ini juga dikenal sebagai “Menara Air”, karena merupakan daerah hulu dari lima Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menopang kehidupan masyarakat di sekitarnya. Dengan 115 sungai dan anak sungai, kawasan ini menjadi sumber air utama bagi wilayah penyangga, mendukung sektor pertanian, perikanan, serta kebutuhan domestik masyarakat.
Keberadaan taman nasional ini juga menjadi penopang kelestarian budaya asli, khususnya bagi 11 Kasepuhan Adat yang masih menjaga kearifan lokal serta hubungan harmonis dengan alam. Tak hanya itu, kawasan ini juga menjadi penyangga kehidupan bagi 116 desa penyangga yang tersebar di tiga wilayah administratif, yaitu Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Lebak.
Dari segi keanekaragaman hayati, Taman Nasional Gunung Halimun Salak merupakan rumah bagi berbagai tumbuhan dan satwa langka yang dilindungi. Tercatat terdapat sekitar 2.800 jenis fauna dan 700 jenis flora yang hidup di kawasan TNGHS.
Selain berperan dalam konservasi alam, taman nasional ini juga menjadi sumber energi terbarukan dan ramah lingkungan melalui pemanfaatan geotermal, dengan kapasitas energi yang saat ini mencapai 377 MW. Pemanfaatan energi panas bumi ini mendukung upaya pengurangan emisi karbon serta penyediaan energi bersih bagi masyarakat.
Di samping nilai ekologisnya, kawasan TNGHS juga memiliki potensi wisata yang besar. Sebagai destinasi wisata unggulan, Taman Nasional Gunung Halimun Salak telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) pada tahun 2011 dan sebagai Daerah Tujuan Wisata Unggulan pada tahun 2018. Dengan keindahan alamnya yang masih asri serta beragam aktivitas wisata alam, kawasan TNGHS menjadi daya tarik bagi pengunjung lokal maupun mancanegara.
Taman Nasional Gunung Halimun Salak memiliki nilai yang sangat penting, baik dari segi ekologi, sosial, ekonomi, maupun budaya. Keberadaannya tidak hanya menjaga keseimbangan ekosistem tetapi juga mendukung kehidupan masyarakat serta menjadi aset berharga bagi keberlanjutan alam dan budaya di Pulau Jawa.
D. Potensi Keanekaragaman Hayati
Potensi Flora lebih dari 700 spesies tumbuhan berbunga hidup di hutan alam di dalamTNGHS, yang meliputi 391 marga dari 119 suku, beberapa spesies Anggrek (261 spesies, 47 spesies diantaranya tercatat sebagai spesies endemik dan 5 spesies merupakan rekaman baru untuk Pulau Jawa), Bambu (12 spesies,antara lain Bambu Cangkore (Dinochola scandens) dan Bambu Tamiang (Schyzostchyum sp.) yang merupakan tumbuhan asli Jawa Barat, Rotan (13 spesies), Kantung Semar (Nepenthes sp.), Palahlar (Dipterocarpus hasseltii),bahkan pernah ditemukan bunga Rafflesia rochussenii di Gunung Salak yang merupakan spesies tumbuhan unik dan langka yang terdapat di TNGHS.
Tipe hutan alam di kawasan TNGHS dibagi menjadi hutan hujan dataranrendah (100-1.000 mdpl), zona Collin (500-1.000 mdpl), hutan hujan pegunungan bawah atau sub Montana (1000-1.500 mdpl) dan hutan hujanpegunungan tengah atau hutan Montana (1.500-1.929 mdpl). Khusus di Gunung Salak juga ditemukan ekosistem alpin (lebih dari 2000 mdpl) dan ekosistem kawah yang memiliki vegetasi spesifik.
Potensi Fauna Selain 3 (tiga) spesies kunci TNGHS yaitu Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas), Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) dan Owa Jawa (Hylobates moloch) terdapat berbagai jenis fauna, Di antara kelompok vertebrata, terdapat 70 jenis mamalia. Beberapa di antaranya merupakan spesies endemik yang berperan penting dalam rantai makanan dan keseimbangan ekosistem. Keberadaan 276 jenis burung, termasuk 32 jenis yang endemik di Pulau Jawa. Sementara itu, kelompok herpetofauna juga cukup beragam, dengan 30 jenis amfibia yang menghuni ekosistem perairan dan lingkungan lembab serta 49 jenis reptilia.
Di ekosistem perairan, kehidupan ikan cukup melimpah dengan 50 jenis ikan yang menghuni sungai, anak sungai serta perairan rawa. Sementara itu, 36 jenis moluska memperkaya biodiversitas dengan perannya dalam ekosistem perairan dan daratan.
Serangga sebagai kelompok dengan keanekaragaman tertinggi juga memiliki keberagaman yang luar biasa dengan jumlah jenis dari 100 jenis kupu-kupu, sementara 2.000 jenis semut dan tawon berperan penting dalam ekosistem sebagai pemangsa alami hama dan penyerbuk tanaman. Kehadiran 26 jenis capung menunjukkan kualitas ekosistem yang masih alami. Selain itu, 150 jenis kumbang, serta 35 jenis belalang dan kecoa, turut memperkaya keragaman fauna serangga di kawasan TNGHS.